Maliq & D’essentials

Sab.
4 min readOct 7, 2023

Lagu baru saja selesai dinyanyikan, riuh konser serta suara orang-orang dari sore hari beriringan dengan suara bersama Maliq & D’essentials membuat kesan tersendiri. Kale benar-benar menepati ucapannya untuk membawa Cala menonton konser Maliq & D’essentials.

Menari dan senja teduh pelita telah dibawakan, ada satu lagu lagi yang benar-benar Cala tunggu, ia memang menyukai lagu-lagu Maliq & D’essentials tapi beberapa lagu memiliki tingkatan berbeda.

Cala memegangi lehernya, merasa serak setelah menyanyi dengan cara berteriak. Cala menatap sebuah botol dengan tutup yang sudah terbuka. “Minum biar ngga serak.” Kale memberikan minuman itu kepada Cala, lalu mengambil botol minum miliknya.

“Lo kapan belinya?”

“Tadi, ada yang jual minum keliling, gua beli karena gua liat lo bersemangat banget nyanyi-nya, firasat aja kalau lo bakal butuh minum.” Kale mengambil botol minum Cala setelah memastikan Cala sudah selesai meminumnya, ia menutup kembali botol minum tersebut agar tidak tumpah saat ditaruh di bawah.

Irama lagu kembali terdengar, Kale tersenyum mengetahui lagu apa yang dibawakan Maliq & D’essentials. Lagu-nya Cala, bukan lagu kesukaan tapi lagu tersebut mendeskripsikan perasaannya ke Cala.

Lirik-lirik telah berlalu, sampai akhirnya Kale mengeraskan suaranya setelah sampai ke lirik yang dia inginkan.

Dia

Seperti apa yang s’lalu ku nantikan

Aku inginkan

“It’s you, Mahita Cala!” Kale berucap, tak terlalu keras tapi terdengar beberapa penonton di sekitar mereka. Sedangkan Cala salah tingkah mendengar perkataan Kale dan tanggapan orang di sekitarnya.

“Pacar kamu lucu banget.” Cala tak karuan mendengar ucapan seorang wanita di depannya yang menatap Kale dan Cala dengan tatapan gemas. Tak lupa wanita itu memberikan kedua ibu jarinya atas tindakan Kale. “Keren-keren, catat, siapa tau berguna waktu udah punya pacar,” gumam wanita itu pada dirinya sendiri.

Cala tak dapat menikmati lagu Dia sampai akhirnya lagu tersebut selesai dibawakan, semuanya karena Kale, laki-laki itu membuatnya salah tingkah.

Degup jantung Cala bertambah mendengar intro lagu setelah lagu Dia, namun ia mencoba melupakan kata-kata Kale, ia ingin menikmati konser tanpa memikirkan apa yang terjadi. Para penonton sangat bersemangat mendengar intro lagu, sepertinya favorit.

Awalnya tak banyak orang ikut bernyanyi, namun setelah Angga — sang vokalis memberi aba-aba, semua penonton ikut menyanyi bahkan beberapa meloncat-loncat. Tak terkecuali Kale, walaupun sebelumnya ia terlihat menatap sekitar.

“Mewujudkan impian dan harapan

Tuk jadi kenyataan

Maukah kau tuk menjadi pilihanku?

Menjadi yang terakhir dalam hidupku.” Kale menyanyi sembari menatap wajah Cala dengan tatapan tulus, kedua bibirnya terangkat, rencana pertamanya gagal sebab perempuannya sedang sibuk menikmati konser.

Konser telah berakhir, Kale dan Cala berjalan beriringan menuju tempat parkir, tampilan mereka sudah acak-acakan, keringat membanjiri tubuh mereka, namun senyum mengambang di wajah mereka.

Cala terduduk di dalam mobil Kale, ia meneguk dua botol minuman untuk menghilangkan rasa haus-nya. Di tengah kegiatannya, Kale memberikan paper bag berisi bukat bunga dan beberapa lembar kertas yang sudah dijilid kepada Cala. “Apa?” Tanya Cala sambil mengangkat kertas tersebut, kedua matanya masih menatap bingung bunga dan kertas secara bergantian.

“Lampiran jurnal dan cv,” jawab Kale dengan santai.

Cala mulai membaca lembaran kertas tersebut, beberapa kali ia memperlihatkan senyumnya sampai pada akhirnya Cala menutupi wajahnya dengan kertas-kertas tersebut.

“Sebenarnya mau bilang tadi waktu nyanyi pilihanku, tapi kondisinya ga memungkinkan. La, kira-kira ada lowongan pekerjaan yang jabatannya sebagai pacar kamu? Kalau ada. Can i be your boyfriend?” Kedua iris mata Kale menatap Cala.

Perempuan di sebelah-nya seketika terdiam, senyum di wajahnya sudah pudar, ia terlihat berpikir keras. Sorot matanya tidak bisa ditebak, sepertinya atmosfer bumi mengalami sedikit kerusakan, sebab Kale merasa suhu malam ini naik berapa derajat.

Cala menatap keluar kaca mobil, memperhatikan tempat konser yang baru aja mereka datangi. Helaan nafas terdengar, Cala memalingkan tatapan-nya, berganti pada Kale. Netra keduanya bertemu. “Aku butuh waktu. Kasih aku waktu buat mikir.”

“Bukannya aku ngga menghargai semua usaha kamu busat tepatin janji kamu. Tapi aku benar-benar butuh waktu buat mempertimbangkan keputusan ini,” Lanjut Cala.

Aliran darah Kale seolah berhenti bersama jantung yang memompa darahnya. Laki-laki itu hanya mampu mengangguk, lalu menaruh kedua tangannya di setir mobil.

“Ambil waktu sebanyak yang kamu butuhkan. Aku bakal nunggu.”

“If it takes a long time, are you leaving me?”

“No.”

“Why?”

Kale tersenyum tipis. “Because i am your mirorrball, i shine for you or to see you shine. Aku ngga akan pergi, kalau kamu ngga pergi duluan. Aku ngga akan pergi kalau belum kamu suruh.”

“Kale, ini kesalahan kita, ayo ambil waktu buat perbaliki semuanya. Pastikan kamu sudah mencintai dirimu sendiri sebelum mencintai orang lain. Aku juga bakal lakuin hal yang sama. Kita masih terlalu ke kanak-kanakan untuk menjalin hubungan sehat. Ayo perbaiki diri sendiri dulu, mari berpikir lebih dewasa, mari menjadi orang baik untuk diri sendiri dan orang lain, mari berkembang bersama untuk menjadi lebih baik.”

“Alright.”

Mulai hari ini mereka ingin mencintai diri sendiri, sebab bagaimana bisa mereka memberikan banyak cinta kepada satu sama lain, jika belum memberikan cinta pada diri sendiri. Jiwa yang selalu ada untuk mereka, lebih pantas mendapatkan banyak cinta, daripada jiwa yang datang lalu pergi.

Ada banyak bentuk cinta di dunia ini.

Namun mencintai diri sendiri adalah yang utama.

--

--